Langsung ke konten utama

IMPERATIF MORAL EMANUEL KANT DAN RELEVANSINYA BAGI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI SEBAGAI UPAYA MERETAS KENAKALAN REMAJA DI INDONESIA

 

https://akademicailmiah.blogspot.com/2020/11/imperatif-moral-emanuel-kant-dan.html


IMPERATIF MORAL  EMANUEL KANT DAN RELEVANSINYA BAGI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI SEBAGAI  UPAYA MERETAS KENAKALAN REMAJA DI INDONESIA

Oleh: Alfonso Lisboa De Araujo (Aldo)

 

Abstrak: Nakal memanglah sesuatu yang wajar bagi pertumbuhan seorang remaja namun apabila nakal yang dilakukan oleh remaja terus dibiarkan tanpa pendampingan serta intervensi dari orang tua dan para pendidik, maka mereka akan mengangggap  kenakalan itu sebagai sesuatu yang urgen dan harus dipertahankan. Oleh karena itu Imperatif Moral Emanuel Kant adalah konfigurasi moral yang hadir sebagai solusi untuk meretas kenakalan remaja di Indonesia sehingga dapat menciptakan kehidupan harmonis serta kohesi sosial masyarakat.

 

I.     PENDAHULUAN

Berbicara tentang moral bukanlah hal asing bagi kita, melainkan sesuatu yang dianggap urgen dan wajiib untuk dipelajari semua orang terlebih khusus oleh kaum remaja. Seseorang dikatakan bermoral apabila tindakannya dalam bersikap selaras dengan norma-norma yang berlaku. Semua orangtua tentu selalu berharap agar anak mereka bisa menjadi orang baik dan salah satu upaya yang dilakukan oleh orangtua adalah mengajarkan sikap moral bagi anak-anak mereka. Namun, baik saja tidak cukup apabila baik itu sendiri tidak mempunyai tujuan hakiki dan kegunaan bagi mereka yang menjalankannya. Jika kita membaca bagaimana situasi sosial masyarakat kita saat ini, seperti maraknya perkelahian antar pelajar atau mahasiswa, tindak kekerasan yang terjadi, baik di jalanan maupun di sekolah, perilaku tidak jujur yang tercermin dalam budaya menyontek, ketidakdewasaan pribadi seperti tercermin dalam penyalahgunaan obat-obatan, penyimpangan perilaku seksual di kalangan remaja dan lain sebagainya. Fenomena-fenomena seperti ini tentu tidak boleh dianggap sepeleh dan dibiarkan sebab, anak menjadi generasi seperti apa kelak jika dibiarkan dalam kondisi tersebut. Jika tidak dapat ditemukan jalan keluarnya, akan membentuk  generasi yang tidak bermoral. Jika generasi kini rusak, bagaimana dengan masa depan bangsa?

Untuk lebih mendalami tentang maraknya penyimpangan moral saat ini, penulis merumuskan beberapa pertanyaan di bawah ini, dalam pemikiran Emanuel Kant tentang imperatif moralitas serta relevansinya bagi pendidikan budi pekerti di Indonesia sebagai penuntun untuk mencari tahu apa yang menyebabkan lahirnya penyimpangan moral dalam masyarakat yang dilakukan oleh kaum remaja, dan bagaimana cara untuk mengatasi penyimpangan moral tersebut, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan dan situasi yang kondusif  serta kohesi sosial dalam kehidupan bermasyarakat .

II.      Imperatif Moral Kant

 

Membantu orang lain bukan karena belaskasihan melainkan karena itu merupakan  keharusan. Keharusan yang dimaksud kant adalah kewajiban-kewajiban dalam bertindak yang berlaku bagi siapa saja dan tidak berdasarkan yang enak saja.[1] Kata imperatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia  (KBBI) diartikan sebagai sifat memerintah atau memberi komando yang mengharuskan. Menurut pemikiran Emanuel Kant, imperatif kategoris itu sangat sederhana “bertindaklah secara moral”.[2] Namun bagaimana kita bertindak secara moral? Jawaban atas pertanyaan ini adalah rumusan imperatif kategoris kant yang paling terkenal. Kant merumuskannya sebagai berikut: bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maksim) yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi hukum umum”.[3] Maksim adalah prinsip subyektif dalam bertindak, sikap dasar hati orang dalam mengambil sikap-sikap dan tindakan konkret. Jadi maksim, bukan segala macam peraturan atau pertimbangan. “Maksim adalah sikap-sikap dasar yang memberikan arah bersama kepada sejumlah maksud dan tindakan konkret”.[4] Misalnya orang yang berniat untuk selalu memperhatikan perasaan orang lain, atau sebaliknya, yang selalu akan memperjuangkan kepentingannya sendiri, seperlunya dengan mengorbankan orang lain. Jadi maksim itu dapat baik dan dapat tidak baik.[5] Mengingat bahwa keadaan realitas menurut hukum umum dalam pengertian formal Kant adalah sama dengan “alam”, maka imperatif kategoris juga berbunyi “bertindaklah demikian seakan-akan maksim tindakanmu dapat, melalui kehendakmu, menjadi hukum alam umum”.

 

 

III.        Pendidikan Budi Pekerti Di Indonesia

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No 2/89 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas merumuskan tujuannya pada Bab II, Pasal 4, yaitu: mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.[6] Maksud manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berbudi Pekerti luhur. Di samping itu juga memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sejauh ini Indonesia dikenal sebagai negara demokratis.

 Secara etimologis budi pekerti terdiri dari dua unsur kata, yaitu budi dan pekerti. Budi dalam bahasa sangsekerta berarti kesadaran, budi, pengertian, pikiran dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan atau perilaku. Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berprilaku.[7]

IV.   Penyimpangan moral dalam Kenakalan Remaja

Remaja dalam bahasa inggrisnya disebut adolescence. Kata ini berasal dari bahasa Latin “adolescere”. Dari kata ini dibentuk kata benda “adolescentia” yakni ‘to grow to maturity’ yang berarti remaja yang tumbuh menjadi dewasa, atau juga “tumbuh untuk mencapai kematangan.”[8] Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan remaja sebagai orang yang mulai dewasa atau yang sudah sampai umur bisa kawin, baik itu perempuan maupun laki-laki.[9] Kenakalan remaja ialah perilaku jahat/abmoral yang dilakukan oleh anak-anak muda. Anak-anak muda yang jahat itu disebut pula sebagai anak “cacat secara sosial”. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada di tengah masyarakat.[10] Pengaruh sosial dan kultural memainkan peranan yang besar dalam pembentukan atau pengkondisian tingkah laku kriminal anak-anak remaja.[11]

 

V.       Imperatif Moral Emanuel Kant Dan Relevansinya Bagi Pendidikan Budi Pekerti Sebagai Upaya Meretas Kenakalan Remaja Di Indonesia

 

          Kant secara sederhana merumuskan imperatif kategoris yaitu “bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maksim) yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi hukum umum”. Prinsip yang dikehendaki haruslah merupakan prinsip-prinsip yang baik demi mencapai sebuah kebaikan bersama. Jika imperatif kategoris dari Kant disandingkan dengan upaya untuk membentuk generasi muda dalam bertindak secara baik maka nilai-nilai yang diperoleh ialah:

·         Kesadaran diri dari kaum remaja untuk bertindak seturut moral demi kebaikan dirinya sendiri dan orang banyak.

·         Adanya nilai-nilai positif dari imperatif kategoris yaitu melakukan sebuah tindakan dikarenakan adanya dorongan dalam diri demi mencapai sebuah kebaikan.

·         Prinsip dalam diri yang baik menjadi prinsip yang berlaku umum dalam segala tindakan.

·         Sejauh tindakan itu baik bagi diri sendiri maka tindakan itu dijabarkan dalam kehidupan.

Dengan adanya kesadaran-kesadaran imperatif kategoris Kant ini, mampu menjadi sumbangsih yang berujung pada penanganan kenakalan remaja di Indonesia. Tindakan-tindakan yang dilakukan atas asas kesadaran dari prinsip (maksim) yang dikehendaki diri menjadi hukum umum yang berlaku bagi setiap orang dalam kehidupan.

VI.   PENUTUP

Menjadi terkenal atau dikagumi banyak orang tidak harus menjadi nakal atau melanggar aturan dan norma yang berlaku. Hidup yang bermoral pun bisa menjadikan kita dikenal di kalangan masyarakat. Hal yang dibutuhkan ialah bagaimana kita menyadari akan keberadaan sesama kita sebagai aku yang lain, dan memaknai kehadiran kita sendiri sebagai aku yang bermoralitas. Dengan hal ini besar kemungkinan kita akan tahu bagaimana  rasanya hidup bermoralitas, dan keharmonisan yang terdapat di dalamnya. Hal ini adalah hal yang sangat urgen untuk diperhatikan. Oleh karena itu kehadiran orang tua dan guru sebagai teladan bagi remaja sangat diperlukan, sebagai usaha untuk meretas serta meminimalisir kenakalan remaja yang semakin marak di kalangan masyarakat. Dengan cara demikian kenakalan remaja akan semakin berkurang dan keharmonisan dalam kalangan masyarakat pun akan sangat dirasakan. Jika hal ini diterapkan, maka niscaya sekolah akan pulang kembali kepada pangkuan moralitasnya sebagai satuan pendidikan yang memanusiakan manusia.

VII.     DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,

 2005.

Kartono, Kartini. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers,

2017.

 Koesoema Doni, Pendidikan Karakter, Utuh dan Menyeluruh (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2012.

Daven Matias, Epistemologi, Manuskrip, Maumere: 2013.

 

https://www.jatikom.com/pengertianfungsitujuancontohbudi-pekerti.html, diakses pada 2 mei 2020.



[1]Matias Daven, Epistemologi, Manuskrip (Maumere, 2013) hlm. 67.

[2]Ibid., hlm.66.

[3]Ibid., hlm.68.

[4]Ibid.,

[5]Ibid.,

 

[6]Doni Koesoema, Pendidikan Karakter, Utuh dan Menyeluruh (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2012) hlm. 2.

[7]https://www.jatikom.com/pengertianfungsitujuancontohbudi-pekerti.html., diakses pada 2 mei 2020.

[8]Kartini Kartono “Kenakalan Remaja” , (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm. 6.

[9]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) hlm. 944.

[10]Kartini Kartono, op. cit.,  hlm. 94.

[11]Ibid., hlm. 7.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BRAHMANISME DAN BUDDHISME

https://akademicailmiah.blogspot.com/2020/09/brahmanisme-dan-buddhisme.html                BRAHMANISME DAN BUDDHISME Oleh:Hironimus Janggu I.  PENGA N TAR Sejarah kehidupan manusia tidak dapat disangkalli bahwa telah muncul berbagai aliran berpikir seiring lahirnya perkembangan peradaban manusia tersebut . Manusia mulai memikirkan berbagai hal yang bukan saja bersifat material t e tapi juga beralih pada refleksi hidup yang lebih mendalam atas karya alam semesta. Fenomena kosmik mulai direfleksikan sebagai bagian inheren dari realitas ke hidup an . Dalam hal ini a lam pun dipersonifikasi sesuai dalam hubungan dengan kebutuhan manusia. Ha l ini juga berimbas pada kenyataan hidup   yang memberi gambaran mendalam mengenai hidup yang muncul dalam berbagai pemikiran diberbagai belahan dunia. Pemikiran filosofis seperti ini terdapat pada zaman poros yang terjadi sekitar abad 6 - 4 SM . [1] Aliran berpikir mulai muncul sesuai denga...